Dalam kegiatan ini, KUPI membuka ruang seluas-luasnya bagi publik untuk menyampaikan pandangan, pengalaman, kritik, dan harapan mengenai arah gerakan keulamaan perempuan. Forum ini diharapkan menjadi jembatan antara KUPI dan masyarakat, agar gerakan yang dibangun tetap relevan dan berpihak pada kepentingan umat, bangsa, dan kelompok rentan.
Halaqah Kubra KUPI sendiri merupakan agenda penting untuk memperdalam pembacaan atas dinamika sosial, politik, dan keagamaan mutakhir. KUPI memandang tantangan keumatan dan kebangsaan semakin kompleks, sehingga diperlukan penguatan teologis dan praksis yang lebih tajam. Dialog publik menjadi salah satu cara memperkaya perspektif itu melalui keterlibatan masyarakat.
Dalam sambutannya Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Noorhaidi Hasan menyampaikan bahwa pilihan KUPI ini juga tidak salah karena pada tahun 1928, tepatnya 22 Desember, di Yogyakarta pernah diselenggarakan Kongres Perempuan Indonesia pertama yang diikuti oleh kurang lebih 30 organisasi perempuan dari seluruh Indonesia. Di antaranya Putri Indonesia, Wanita Katolik, Aisyiyah, Wanita Taman Siswa, cabang-cabang perempuan dari Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Indonesia Timur.
Semua berkumpul untuk membincangkan isu-isu strategis, memperjuangkan kesetaraan perempuan di hadapan hukum, memperjuangkan akses pendidikan yang lebih luas dan terjangkau bagi perempuan, serta menyuarakan penolakan terhadap kawin paksa dan pernikahan di bawah umur. Mereka juga mengambil peran penting dalam perjuangan Indonesia menuju kemerdekaan.
“Jadi pada tahun 1928 saja, perempuan-perempuan Indonesia sudah menunjukkan prestasi luar biasa. Saya yakin kerja keras mereka memberi kontribusi penting bagi perkembangan bangsa dan negara kita,” ungkapnya.
Sementara itu Gusti Kanjeng Ratu Hemas, yang juga hadir dalam pembukaan Halaqah Kubra KUPI, dalam sambutannya mengatakan bahwa Halaqah Kubra ini penting untuk merefleksikan capaian setelah KUPI II di Jepara sekaligus menyiapkan arah menuju KUPI III pada tahun 2027. Sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Gusti Kanjeng Ratu Hemas menegaskan komitmen kami untuk terus bekerja bersama KUPI.
“Kerja-kerja KUPI harus diperkuat oleh negara. DPD siap menjadi jembatan, mengingat anggota DPD perempuan kini mencapai 34,6%, sehingga dapat menghubungkan gerakan masyarakat sipil dengan kebijakan publik,” tegasnya.
Selain itu, Kanjeng Ratu Hemas juga mennyampaikan tentang Dokumen Refleksi Nasional Gerakan Keulamaan Perempuan 2022–2025 yang memberikan arah strategis ke depan, terutama terkait isu kekerasan seksual, kemiskinan perempuan, perubahan iklim, perkembangan teknologi, serta penguatan sistem pengetahuan dan jejaring ulama perempuan.
“Saya berharap Halaqah Kubra menjadi ruang perjumpaan ilmu, empati, dan keberanian untuk terus menghadirkan Islam yang memuliakan kehidupan, Islam yang ma’ruf, mubadalah, dan berkeadilan hakiki,” pungkasnya.
Sedangkan Ketua Majelis Musyawarah KUPI Ibu Nyai Hj Badriyah Fayumi dalam sambutannya juga menegaskan kiprah dan kontribusi KUPI hingga hari ini. Menurutnya KUPI telah membangun visi besar peradaban Islam yang berkeadilan dengan tiga perspektif, yaitu keadilan hakiki, mubadalah, dan ma’ruf, yang diturunkan ke dalam empat misi gerakan yang akan dibahas selama dua hari dalam kegiatan Halaqah Kubra.
Misi pertama, Badriyah Fayumi menambahkan, adalah memproduksi pengetahuan melalui lima ruang. Tidak hanya memproduksinya, tetapi juga mengedukasi, mengadvokasi, dan mendakwahkannya untuk menghasilkan transformasi sosial.
“Inilah yang dimaksud dengan pengetahuan yang berdampak. Lalu misi kedua adalah meneguhkan otoritas dan kepemimpinan ulama perempuan melalui kaderisasi yang dilakukan Rahima dan Fahmina, melalui promosi ulama perempuan ke ruang-ruang yang memungkinkan, bahkan membuka ruang-ruang baru yang sebelumnya tidak ada,” ucapnya. Badriyah Fayumi juga menyebut bentuk gerakan literasi keulamaan perempuan melalui penulisan sejarah keulamaan perempuan yang dilakukan oleh Jaringan GUSDURian.
Selain itu KUPI juga mendapatkan pengakuan sosial dan struktural nasional maupun internasional, di antaranya dinobatkan sebagai tiga besar penerima penghargaan Tulip Award dari Pemerintah Belanda untuk pembela HAM perempuan, dan juga menjadi edisi khusus penulisan jurnal internasional di Afrika.
Halaqah Kubra 2025 diharapkan menjadi pijakan penting menuju Kongres KUPI ke-3 pada 2027 dan memperkokoh kontribusi ulama perempuan dalam membangun masa depan umat yang lebih damai, bermartabat, adil dan maslahat bagi semua.[]